Sabtu, 16 April 2011

Sajak-sajak Romaiki Al-Hafidz


Romaiki Al-Hafidz, nama pena dari Romaiki Hafni, lahir di Batang-Batang Daya, Sumenep, Madura, 20 Agustus 1991. Menulis puisi, cerpen, artikel, opini dll. Menyelesaikan pendidikan SD-nya di SDN ! Masalembu (2002-2003). SMP-nya juga ia tuntaskan di SMP ! Masalembu (2005-2006). Setelah itu ia mengembara memburu ilmu Allah ke penjara suci PP. Annuqayah Latee pada Juni 2006. Alumnus MA 1 Annuqayah (2008-2009). Mulai belajar menulis sejak duduk di bangku MA.Aktif di perpustakaan PP. Annuqayah Latee (Koord. Pendidikan dan Pengajaran) dan menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Buletin Hijrah (2010-2011). Bedomisili di kompleks Bahasa Arab ‘Darul Lughah Al ‘Arabiyah’ No.02. Saat ini masih tercatat sebagai Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, pada Fakultas Syariah, Jurusan Muamalat semester 3. Puisi Penyair yang merindukan “Teduh Sejati”ini. Banyak dimuat dibeberapa media massa baik local sampai nasional, seperti Buletin Variez, Hijrah Buletin Sidogiri, www.penyairnusantaramadura.com, dll. Salah satu puisi juga masuk dalam antologi “tinta kehidupan” di PP. Annuqayah (2010). Kontak Person: email: meiki_alhafidz@yahoo.co.id atau penunggu.pelangi@gmail.com ; Blog: www.penunggu-pelangi.blogspot.com.


Sajak-sajak Romaiki Al-Hafidz

Aku Akan Selalu Berjalan Seirama Denganmu


tongkat yang kutancapkan di halaman

telah berselimut lebat belukar perjalanan

aku dan kau masih saja mengeja tanah

beribu-ribu persinggahan berubah kemah


entah berapa lama lagi, kita kan menemukan muara

kita letakkan, barang cuma sejenak

cucuran-cucuran peluh semangat tuk membakar racun malal


aku dan kau tak bergerak

ketika senja bertamu pada malam

dan kau beranjak dari pertapaan

ketika fajar membangunkan surya


di pangkal jalan, kau berkata padaku:

”teman, tujuan kita satu cahaya gemintang,

maka diantara kita tidak boleh menjadi ekor atau kepala

berjalanlah seirama denganku”


jiwaku berbisik: ”aku sendiri tak mengerti arti semua ini”


lalu kita berdua menembus embun pagi

melewati jalan setapak berhiaskan rumput-rumput

merindukan sang mentari

entah berapa pemukiman telah kita lalui

panas dan duri menjadi belahan hati


hakikat hidup adalah bergerak menuju satu muara

batu rintangan menghiasi setiap yang bernyawa

teruslah berdenyut di jembatan putih

jangan menoleh pada hamparan perih


aku dan kau takkan berhenti bergerak

menyelami lautan safar

tuk cicipi manis permata di dasar sunyi


seperti yang kau katakan:

”aku akan selalu berjalan seirama denganmu”


08 Juni 2010


Tembang Para Nelayan


gemuruh angin menemani

mengibarkan menara dalam keniscayaan

menderu bagai deru serigala

yang nyawanya akan segera hilang


persemidian kami belum berakhir

selama nyawa masih bergelembung

sejauh gendrang maut belum ditabuh


dari pinggir pemukiman kami melesat

seperti burung menari dengan kedua sayapnya

mencari sesuap pakan untuk sanak saudaranya

yang mulai menjerit

kosong perut mengkerut


”laut adalah sejuta harapan

tempat keringat menetes

jika nyawa adalah mutiara

tolong simpan baik-baik

di detak jantungmu”


di tengah kecamuk badai

ada atau tiada

kami tak tahu


2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar