Romaiki Al-Hafidz, nama pena dari Romaiki Hafni, lahir di Batang-Batang Daya, Sumenep, Madura, 20 Agustus 1991. Menulis puisi, cerpen, artikel, opini dll. Menyelesaikan pendidikan SD-nya di SDN ! Masalembu (2002-2003). SMP-nya juga ia tuntaskan di SMP ! Masalembu (2005-2006). Setelah itu ia mengembara memburu ilmu Allah ke penjara suci PP. Annuqayah Latee pada Juni 2006. Alumnus MA 1 Annuqayah (2008-2009). Mulai belajar menulis sejak duduk di bangku MA.Aktif di perpustakaan PP. Annuqayah Latee (Koord. Pendidikan dan Pengajaran) dan menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Buletin Hijrah (2010-2011). Bedomisili di kompleks Bahasa Arab ‘Darul Lughah Al ‘Arabiyah’ No.02. Saat ini masih tercatat sebagai Mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah, pada Fakultas Syariah, Jurusan Muamalat semester 3. Puisi Penyair yang merindukan “Teduh Sejati”ini. Banyak dimuat dibeberapa media massa baik local sampai nasional, seperti Buletin Variez, Hijrah Buletin Sidogiri, www.penyairnusantaramadura.com, dll. Salah satu puisi juga masuk dalam antologi “tinta kehidupan” di PP. Annuqayah (2010). Kontak Person: email: meiki_alhafidz@yahoo.co.id atau penunggu.pelangi@gmail.com ; Blog: www.penunggu-pelangi.blogspot.com.
Sajak-sajak Romaiki Al-Hafidz
Aku Akan Selalu Berjalan Seirama Denganmu
tongkat yang kutancapkan di halaman
telah berselimut lebat belukar perjalanan
aku dan kau masih saja mengeja tanah
beribu-ribu persinggahan berubah kemah
entah berapa lama lagi, kita kan menemukan muara
kita letakkan, barang cuma sejenak
cucuran-cucuran peluh semangat tuk membakar racun malal
aku dan kau tak bergerak
ketika senja bertamu pada malam
dan kau beranjak dari pertapaan
ketika fajar membangunkan surya
di pangkal jalan, kau berkata padaku:
”teman, tujuan kita satu cahaya gemintang,
maka diantara kita tidak boleh menjadi ekor atau kepala
berjalanlah seirama denganku”
jiwaku berbisik: ”aku sendiri tak mengerti arti semua ini”
lalu kita berdua menembus embun pagi
melewati jalan setapak berhiaskan rumput-rumput
merindukan sang mentari
entah berapa pemukiman telah kita lalui
panas dan duri menjadi belahan hati
hakikat hidup adalah bergerak menuju satu muara
batu rintangan menghiasi setiap yang bernyawa
teruslah berdenyut di jembatan putih
jangan menoleh pada hamparan perih
aku dan kau takkan berhenti bergerak
menyelami lautan safar
tuk cicipi manis permata di dasar sunyi
seperti yang kau katakan:
”aku akan selalu berjalan seirama denganmu”
08 Juni 2010
Tembang Para Nelayan
gemuruh angin menemani
mengibarkan menara dalam keniscayaan
menderu bagai deru serigala
yang nyawanya akan segera hilang
persemidian kami belum berakhir
selama nyawa masih bergelembung
sejauh gendrang maut belum ditabuh
dari pinggir pemukiman kami melesat
seperti burung menari dengan kedua sayapnya
mencari sesuap pakan untuk sanak saudaranya
yang mulai menjerit
kosong perut mengkerut
”laut adalah sejuta harapan
tempat keringat menetes
jika nyawa adalah mutiara
tolong simpan baik-baik
di detak jantungmu”
di tengah kecamuk badai
ada atau tiada
kami tak tahu
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar