Sabtu, 16 April 2011

Sajak-sajak Nahwal Ma’ali Arief

NAHWAL MA’ALI ARIEF

Adalah nama pena dari Mohammad Arief Alie_Ra, lahir di desa Moncek-Tengah, Lenteng, Sumenep, 09 Februari 1993, pernah menimba ilmu di SDN 1 di desanya dan di MD ( Madrasah Diniyah ) pp. Al-Ishlah, namun tidak tuntas dikarenakan ia harus melanjutkan pendidikannya ke PP. Annuqayah daerah Latee, tempatnya di kompleks Darullugah Al-Arabiah Walfiqhi Assalafi dan sekarang telah tercatat sebagai salah satu siswa MA Tahfidh Annuqayah dan bergabung dalam komunitas RSB ( Rumah Sastra Bersama ) dengan ajakan temannya, ditahun yang sama ia bergabung dengan teater SAKSI Annuqayah serta turut menghidupkan komunitas GSK ( Gubuk Sastra Kita ) yang dirintis oleh sehabat-sehabatnya semasa masih duduk dikelas satu MA. Hobi membacanya dimulai sejak di Sekolah Dasar, namun setelah duduk di tingkat MTS tepatnya diawal kelas satu ia menulis catatan-catatan harian dan coretan kecil di setiap buku pelajarannya, tapi hingga sekarang dia tidak pernah mengirimkan karya-karyanya ke media masa manapun, karena ia berinisiatif semua karyanya hanya untuk dinikmati dan dikoleksi sendiri.



Sajak-sajak Nahwal Ma’ali Arief

Pada Akhirnya

Baru kemarin kita berpesta tari-tarian aneh pada gedung-gedung putih. Dengan mata api yang selalu setia mengelus-elus pandangan kita dan bila petang bertamu kita akan berhenti, diam kitapun pulang menggenggam sebait prosa perjanjian setengah ajal. Di saat dulu kita mengukir impian di ujung langit biar tak satu manusia pun tahu bahwa kita pernah membungkus sebuah harapan di tengah perjalanan.

Riak-riak gelombang berlari saling dorong-mendoron pada pinggir pasir putih tempat di kuburnya sejarah tentang rencana kita untuk mengarungi samudra dan ini semua telah di bisikkan setiap telinga-telinga manusia bahwa kita punya peta di samping kanan dada. Salah satu orang telah berlayar ke tengah samudra sedari tadi, sedang yang lain tengah di landa keragu-raguan di keningnya.! Apakah kita akan berlayar setelah datangnya ombak besar?

Di tengah perjalanan aku hanya sendiri membaca garis demi garis prosa yang pernah kita genggam, semakin batinku membatin, akupun kesepian karena aku berlayar dengan sampan retak sambil memegang sebungkus kemungkinan. Sebab kita telah terhanyut bersama ombak sebelum kita berlayar. Semua harapan kini telah jatuh satu persatu. Dan pada akhirnya kita akan tenggelam dalam sepi dan penyesalan.

Annuqayah Latee, 22-Okt-2010


Kita Bagaikan Rumput

Dahulu kita berlarian temu arah dipadang rumput ujung gunung semeru tempat kita samasama menjajarkan barisan formasi kuat tentang ujung kehidupan dan aku mengagumi kalian bukan karma cinta tapi aku suka kobaran dendam yang setiap saat bias kuhantam kututup buku sejarah kita dengan kerlapkerlip temaram bulan pada petang di pelataran sawah gubuk milik petani, yang dengan setia berdiri menanti lantas apa yang kita lakukan bila semua ati ditikam sunyi dan sepi? Aku: menyirami dengan air panas ngalkal serta mendidih diatas ubunku biar aku dan kita serta alam kita tetap hijau meski rumah gundukan bukit kita pernah berumur ribuan tahun atau akan abadi.

Annuqayah, 28 Oktober 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar